Setelah dua tahun digelar secara virtual karena pandemi akibat virus Covid-19, Dieng Culture Festival berhasil diselenggarakan offline pada bulan September 2022 lalu. DCF (Dieng Culture Festival) ke-13 tersebut disambut antusias oleh masyarakat setempat maupun para wisatawan. Bagaimana sebenarnya sejarah Dieng Culture Festival hingga menjadi seperti sekarang ? Yuk simak.
Sejarah Dieng Culture Festival
Dieng Culture Festival merupakan pagelaran budaya yang ada di Jawa Tengah. Event budaya tersebut mulai diselenggarakan sejak tahun 2010 silam, yang mana awalnya masih sangat sederhana. Namun seiring berjalannya waktu, DCF semakin memikat para turis. Bahkan kini wisatawan selalu menantikan festival ini setiap tahunnya.
Gagasannya DCF sendiri berasal dari Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa. Mereka memiliki misi memberdayakan ekonomi masyarakat Dieng, dengan upaya menggabungkan antara konsep budaya dan wahana wisata alam. Namun awalnya tajuk acara menggunakan nama Pekan Budaya Dieng.
Bekerjasama dengan Equator Sinergi Indonesia dan Dieng Ecotourism, Pekan Budaya Dieng cukup sukses. Hingga memasuki tahun ketiga pagelaran Pekan Budaya Dieng, masyarakat bersama pemuda Dieng Kulon pun berinisiatif mengubah nama event tersebut menjadi Dieng Culture Festival. Begitulah sejarah Dieng Culture Festival, yang kemudian terus diselenggarakan setiap tahun hingga sekarang.
Dieng Culture Festival tidak hanya berniat untuk mengenalkan budaya serta alam Dieng yang begitu mempesona kepada para wisatawan. Melainkan pula mengedukasi agar masyarakat menyadari akan pentingnya pariwisata untuk kehidupan secara umum. Sehingga masyarakat lokal pun dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki.
Apa yang Ada di Dieng Culture Festival ?
1. Ruwatan Pemotongan Rambut Gimbal
Ruwatan pemotongan rambut gimbal adalah Puncak acara Dieng Culture Festival. Rutawan sendiri merupakan upaya penyucian yang menjadi adat di Jawa. Tujuan dilakukannya penyucian tersebut adalah untuk menghindari marabahaya, malapetaka, dan membuang sial.
Dimana bocah berambut gimbal sendiri adalah fenomena yang unik di Dieng. Dilihat dari sejarah Dieng Culture Festival, ruwatan pemotongan rambut gimbal sudah ada sejak awal. Jadi fenomena rambut gimbal ini memang telah ada sedari dahulu kala di sana. Anak anak berusia 40 hari sampai 6 tahun akan mempunyai rambut gimbal yang tumbuh secara alami di kepala.
Dan masyarakat percaya bahwa anak dengan rambut gimbal merupakan titipan dari Kyai Kolo Dete, seorang punggawa atau pejabat di masa Mataram Islam. Konon, Kyai Kolo Dete ditugaskan untuk mempersiapkan pemerintahan di daerah Dataran Tinggi Dieng. Sesampainya di Dataran Tinggi Dieng, Ratu Pantai Selatan memberikan titah pada Kyai Kolo Dete dan Nini Roro Rence (istri Kyai Kolo Dete).
Pasangan suami istri tersebut diminta untuk membawa masyarakat Dieng agar menuju kesejahteraan. Dan tolak ukur dari kesejahteraan ini dilihat dari keberadaan anak anak berambut gimbal. Sejak itu, anak anak dengan rambut gimbal di kawasan Dataran Tinggi Dieng dipercaya sebagai titipan dari Kyai Kolo Dete.
Biasanya munculnya rambut gimbal pada seorang anak ditandai oleh tubuh yang panas tinggi selama beberapa hari. Kemudian pada pagi hari suhu tubuh akan kembali normal dengan sendirinya, bersamaan dengan munculnya rambut gimbal pada kepala. Dan menurut sejarah Dieng Culture Festival, jumlah anak berambut gimbal tersebut berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat.
Meski dalam kehidupan sehari hari bocah berambut gimbal tidak berbeda dengan anak seusia mereka, namun masyarakat melihat kecenderungan pada diri bocah dengan rambut gimbal. Dimana mereka akan lebih aktif dibanding anak lain, kemudian emosinya bisa tidak terkendali tanpa sebab yang jelas pada saat saat tertentu.
Kecenderungan itu akan berkurang dan menghilang saat rambut gimbal sudah dipotong. Dan sebelum pemotongan rambut gimbal berlangsung, di beberapa tempat akan dilakukan ritual doa. Seperti Komplek Candi Arjuna, Candi Dwarawati, Candi Bima, Candi Gatotkaca, tempat pemakaman Dieng, Gua di Telaga Warna, Kali Pepek, Telaga Balaikambang, Sedang Maerokoco, dan Kawah Sikidang.
2. Jazz di Atas Awan
Dari sejarah Dieng Culture Festival, bukan hanya ruwatan pemotongan rambut gimbal saja yang menjadi acara tetap. Acara lainnya yang tidak kalah menarik yaitu Jazz di Atas Awan, yang sekarang telah menjadi agenda nasional. Sesuai namanya, acara ini menampilkan musisi jazz secara langsung dari Dataran Tinggi Dieng.
Karena daerah Dieng memang sering diselimuti kabut, maka acaranya diberi nama ‘Jazz di Atas Awan’. Dan setiap tahunnya, ada banyak artis papan atas maupun lokal yang siap meramaikan panggung Jazz di Atas Awan. Seperti DCF ke-13 lalu yang menampilkan line up di antaranya Marcel, Deni Caknan, Budi Doremi, Andien, Souljah, Stars & Rabbit, hingga Caknun.
3. Festival Lampion
Acara pendukung DCF lainnya yang tidak kalah seru yaitu festival lampion. Sejarah Dieng Culture Festival memperlihatkan bahwa acara ini sudah berkali kali ditampilkan. Bahkan kini menjadi salah satu momen paling seru yang ditunggu tunggu oleh para wisatawan yang hadir.
Apalagi jika sedang berlibur bersama pasangan, sebab festival lampion mampu menciptakan suasana yang begitu romantis. Dimana akan dilakukan pelepasan atau penerbangan lampion di cara festival. Lampion yang berterbangan menghiasi langit malam membuat pemandangan begitu cantik dan indah. Hingga DCF pun konon disebut sebagai festival kebudayaan paling romantis.
4. Kirab Budaya
Sebagaimana misi acara DCF yang ingin menjadi jembatan penyelaras antara culture kekinian dan budaya warisan, kirab budaya akan menjadi salah satu acara inti di Dieng Culture Festival. Setiap tahunnya kirab budaya dilakukan pada festival, membuatnya menjadi acara yang sayang sekali untuk dilewatkan karena tidak dapat disaksikan setiap hari.
5. Acara Menarik Lainnya
Selain beberapa acara inti yang diselenggarakan setiap tahun sebagaimana sejarah Dieng Culture Festival, tentu banyak acara menarik lainnya yang dapat anda nikmati ketika datang ke festival ini. Seperti festival kembang api, pertunjukan seni tradisional dan festival caping gunung, festival kopi dieng, festival kuliner dan bazar produk kreatif, gebyar damar kurung, sendratari anak gembel, dan masih banyak lagi.
Harga Tiket Wisata Dieng Culture Festival
Biaya yang harus dikeluarkan untuk menikmati wisata Dieng Culture Festival setiap tahunnya mungkin tidak selalu sama. Namun untuk yang terbaru, DCF ke-13 dengan tema acara ‘Return of The Light’ yang berarti mengembalikan pesona Dieng untuk membangkitkan kembali pariwisata setempat, menawarkan dua pilihan paket.
Yang pertama paket Bundling Souvenir dan ID Card seharga Rp. 750.000, dengan fasilitas meliputi id card, T-shirt edisi Dieng Culture Festival ‘Return of The Light’, caping gunung, kain jarik, goodie bag, lampion, freepass objek wisata Dieng Komplek Candi Arjuna, freepas Kawah Sikidang, kupluk khas Dieng, serta akses prioritas ke semua event di DCF.
Kemudian paket yang kedua yaitu camping ground plus 1 unit tenda untuk dua malam seharga Rp. 900.000. Dilihat dari sejarah Dieng Culture Festival, paket tiket yang disediakan tidak selalu sama, dan tiketnya pun bisa dengan cepat habis terjual. Oleh karena itu, kini banyak open trip Dieng Culture Festival yang dijadikan pilihan para wisatawan.
Bosan dengan liburan yang begitu begitu saja ? Dieng Culture Festival dapat menjadi pilihan yang tepat. Karena ada banyak keseruan yang bisa ditawarkan oleh festival tersebut. Apalagi festivalnya diselenggarakan tahunan, sehingga tidak dapat dinikmati setiap hari. Jadi jangan sampai kelewatan untuk DCF tahun ini!